Kebiasaan Buruk Orangtua Ini Mengganggu Perkembangan Anak
Kebiasaan 1 : Menakuti anak
Pada saat anak kita menangis dan kita berusaha untuk menenangkannya, kita sering mengatakan kepada si anak :îEh, kalo nangis terus nanti disuntik lho Öî atau ìKalo kamu nangis terus, Papa/mama panggil pak satpam ya.î Anak akhirnya memang cenderung untuk berhenti menangis atau merengek dan menuruti kita.
Apa akibatnya?
Dengan pernyataan ancaman atau menakut-nakuti, sebenarnya kita telah menanamkan rasa tidak suka atau benci pada institusi atau pihak yang kita sebutkan. Anak akan tidak suka atau takut dengan figur dokter/satpam. Pernyataan mengancam/menakuti akan semakin dipahami anak sebagai kebohongan orang tua seiring perjalanan tumbuh kembang anak.
Baca juga: Hati-hati!!! Gangguan Psikosomatis Bisa Menyerang Mamah Muda Akibat Kurang Piknik
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Berkatalah jujur dan berikan pengertian pada anak seperti kita memberi pengertian kepada orang dewasa karena sesungguhnya anak-anak juga mampu berpikir dewasa. Jika anak minta dibelikan permen katakan padanya akibat yang dapat ditimbulkan pada gigi dari pemanis buatan itu. Jika anak tetap memaksa, katakanlah dengan penuh pengertian dan tataplah matanya, ìKamu boleh menangis, tapi papa/mama tetap tidak akan membelikan permen.î Biarkan anak kita yang memaksa tadi menangis hingga diam dengan sendirinya.
Kebiasaan 2 : Ucapan dan tindakan tidak sesuai
Ada sebagian orang tua yang menetapkan pola asuhnya dengan menggunakan cara memberi penghargaan dengan pujian atau bahkan hadiah untuk kebaikan yang dilakukan oleh anaknya. Contohnya ìJika kamu mau membersihkan tempat tidurmu, maka di akhir pekan papa/mama mengajakmu jalan-jalanî. Dan pada akhir pekan, ternyata kita tidak dapat memenuhi janjinya, sehingga anak kita menjadi marah.
Apa akibatnya?
Anak memiliki ingatan yang tajam terhadap suatu janji, jika kita tidak menepati janji, maka kita tidak dipercaya oleh anak dan selanjutnya, anak mulai tidak mau menuruti yang kita minta.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jangan pernah mudah mengumbar janji pada anak dengan tujuan untuk merayunya, agar ia mau mengikuti permintaan kita. Pikirlah dahulu sebelum berjanji apakah kita benar-benar bisa memenuhi janji tersebut. Jika ada janji yang tidak bisa terpenuhi segeralah minta maaf, berikan alasan yang jujur dan minta dia untuk menentukan apa yang kita bisa lakukan bersama anak untuk mengganti janji itu.
Kebiasaan 3 : Hadiah untuk perilaku buruk anak
Pada saat kita bersama anak berada di tempat umum, si anak minta dibelikan mainan. Lalu kita katakan tidak boleh. Si anak terus merengek dan rengekannya semakin kuat hingga menjadi teriakan dan ada gerakan perlawanan. Kita tetap mengatakan tidak boleh. Dan pada saat kita berada di antrian bayar kasir, dia merengek lagi dengan kekuatan penuh untuk membuat kita malu di depan umum. Dan akhirnya, tibalah saat yang dinantikan oleh anak dengan mendengar pernyataan dari kita sebagai orang tua : ìYa sudah, kamu ambil satu. Satu saja ya!î.
Apa akibatnya?
Saat kita memberi pernyataan, ÖîYa sudah, kamu ambil satu.î Ö kita telah memberikan hadiah pada perilaku buruk yang dilakukannya. Dan sejak saat itu juga, anak mempelajari sesuatu bahwa untuk bisa mendapatkan sesuatu yang diinginkan maka dia harus membuat perlawanan yang cukup heboh di tempat yang ìstrategisî. Anak mempelajari bahwa apa pun permintaannya dapat dikabulkan bila melalui perlawanan yang gigih. Kejadian ini akan terus diulangi dan diuji-cobakan pada permintaan yang lain.
Baca juga: Buat Para Ayah di Seluruh Dunia, Engkaulah Penyebab Anak Jadi Nakal atau Jadi Sholeh
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Tetaplah berlaku konsisten, tidak perlu malu atau takut dikatakan sebagai orang tua yang ëtegaí atau ëkikirí. Ingatlah selalu bahwa kita sedang mendidik anak. Sekali kita konsisten, anak tak akan pernah mencobanya lagi. Ingat sekali lagi : tetaplah KONSISTEN dan pantang menyerah! Apa pun alasannya, jangan pernah memberi hadiah pada perilaku buruk si anak.
Kebiasaan 4 : Merasa bersalah karena tidak bisa memberikan yang terbaik
Dalam kehidupan saat ini, dimana sebagian besar orang tua banyak menghabiskan waktunya di kantor/ tempat kerja daripada bersama anaknya, menyebabkan banyak orang tua merasa bersalah atas situasi ini. Akibatnya para orang tua menyetujui perilaku buruk anaknya dengan ungkapan yang sering dilontarkan, ìBiarlah dia seperti ini mungkin karena saya juga yang jarang bertemu dengannyaÖî
Apa akibatnya?
Semakin orang tua merasa bersalah terhadap keadaan, semakin banyak kita menyemai perilaku buruk anak kita. Semakin kita memaklumi perilaku buruk yang diperbuat anak, akan semakin sering ia melakukannya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Apa pun yang bisa kita berikan secara benar pada anak kita adalah hal yang terbaik. Tiap keluarga memiliki masalah yang unik, tidak sama. Ada orang punya kelebihan pada aspek financial tapi miskin waktu bertemu dengan anak, sebaliknya ada yang punya banyak waktu bersama tapi kekurangan dari sisi ekonomi. Jadi yakinlah bahwa dalam kondisi apa pun kita tetap bisa memberikan yang terbaik. Jadi, jangan pernah memaklumkan hal-hal yang tidak baik. Lakukanlah pendekatan kualitas jika kita hanya punya sedikit waktu, gunakan waktu yang minim itu untuk bisa berbagi rasa sepenuhnya dengan anak kita. Menyisihkan waktu di antara sisa-sisa tenaga kita, memang tidak mudah. Tapi lakukanlah demi mereka dan keluarga kita, maka akan terbiasa.
Kebiasaan 5 : Mudah menyerah dan pasrah
Pernahkah kita mengucapkan kata-kata : ìDuh.. anak saya itu memang keras betulÖsaya tidak sanggup lagi untuk mengaturnya.î Atau ìBiar sajalah, terserah apa maunya. Saya sudah tidak sanggup lagi untuk mendidiknya.î
Apa akibatnya?
Dalam kondisi kita sebagai orang tua tidak tegas dan mudah menyerah, si anak justru keras dan lebih tegas. Akibatnya dalam banyak hal, si anak jauh lebih dominan dan mengatur orang tuanya. Akibat lebih lanjut orang tua sulit mengendalikan perilaku anaknya dan cenderung pasrah.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Belajar dan berusahalah dengan keras untuk menjadi lebih tegas dalam mengambil keputusan, tingkatkan watak keteguhan hati dan pantang menyerah. Bila kita mudah menyerah, kepada siapa kita akan melimpahkan tugas kita ini dalam mendidik anak?
Kebiasaan 6 : Marah yang berlebihan
Pernahkah kita memarahi anak kita karena melakukan kesalahan karena kelengahan kita menjaga mereka? Bahkan tidak jarang kita melakukan kekerasan fisik.
Apa akibatnya?
Sering kita menyamakan persepsi antara mendidik dan memarahi. Perlu diingat, memarahi adalah cara mendidik yang paling buruk. Pada saat memarahi anak, kita tidak sedang mendidik mereka, melainkan melampiaskan tumpukan kekesalan kita karena tidak bisa mengatasi masalah dengan baik dan merupakan upaya untuk melemparkan kesalahan pada anak kita. Dan setelah selesai marah kita akan menyesal dan cenderung tidak konsisten terhadap apa yang telah kita tetapkan. Rasa menyesal ini juga sering kita ganti dengan memberikan dispensasi atau membolehkan hal-hal yang sebelumnya kita larang. Bila hal ini terjadi, anak kita akan selalu berusaha memancing kemarahan kita, kemudian kita kembali menyesal dan si anak menikmati hasilnya.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Jangan pernah bicara pada saat marah! Pergilah menghindar hingga amarah reda. Setelah itu bicara ìtegasî dan bukan berbicara ìkerasî. Bicara tegas adalah bicara dengan nada yang datar, dengan serius dan menatap wajah serta matanya dalam-dalam. Bicara tegas adalah bicara pada saat pikiran kita rasional. Sedangkan bicara keras adalah pada saat pikiran kita dikuasai emosi, sehingga kata-kata kita tidak bisa terkontrol. Anak yang dimarahi cenderung tidak bertambah baik, ia akan menimpali dengan kesalahan yang sama. Maka bertindaklah tegas jika kita ingin anak kita menjadi lebih baik.
Baca juga: Hanya Seorang Ibu yang Bisa Masak Sambil Gendong Bayi, Sambil Update Status, Sambil Nyusuin..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar