Jumat, 07 April 2017

Masalah Rumah Tangga yang Banyak Ditemui, Suami Tidak Mau Membantu Mengurus Anak


:: Masalah Rumah Tangga yang Banyak Ditemui, Suami Tidak Mau Membantu Mengurus Anak ::

Dear Ayah Bunda, 

Nanda berusia 23 tahun. Punya seorang putra usia 2 tahun. Nanda punya masalah dengan suami. Suami Nanda (30 tahun), sejak Nanda melahirkan sampai sekarang belum pernah membantu memandikan anak atau mengganti popoknya. Menggendong pun baru-baru ini saja semenjak anak kami sudah bisa berjalan. Tapi, walau tak pernah membantu, ia ingin menambah anak lagi. Berdosakah Nanda bila menolak keinginannya? Karena Nanda belum siap dan anak pertamapun masih kecil.

Suami Nanda kelihatannya juga tak sabar menghadapi anaknya sendiri. Pernah anak kami sakit dan malamnya menangis terus-menerus. Bukannya menenangkan, suami malah marah-marah. Anak kami yang sedang sakit malah dimarahi dan disumpahi. Begitulah kejadiannya setiap kali anak menangis.

Nanda sangat sedih, walau tak bisa bilang apa-apa karena takut pada suami. Padahal suami Nanda rajin mengikuti kajian keislaman, namun tak bisa menahan emosi. Jadi bagaimana sikap Nanda menghadapi prilaku suami yang demikian?

-Nanda, Bekasi

Jawaban :

Nanda, yang dirahmati Allah, Nanda sudah menjadi Ibu bagi seorang putra yang berusia 2 tahun. Ini adalah sebuah karunia. Pengorbanan, jerih payah, susah dan lelahnya mendidik, merawat dan membesarkan anak menjadi amal shaleh yang nilainya sama dengan sedekah jariyah dan mendapatkan pahala yang tidak terputus sampai hari kiamat.

Nanda, harus dipahami bahwa tidak semua suami punya bakat senang dengan anak kecil. Sehingga perlu proses untuk belajar untuk menampakkan rasa sayang dan cinta kepada anaknya. Sebenarnya setiap calon ayah, seiring dengan masa kehamilan isteri, diberi fitrah sifat-sifat kebapakan perlahan-lahan.

Kami sarankan ketika anak dalam kondisi tenang, sehat, bersih, dan tidak rewel untuk sering didekatkan kepada ayahnya. Ajaklah anak untuk ikut menyambut kehadiran ayahnya sepulang dari kantor dan mengantarkannya keluar setiap akan meninggalkan rumah. Ajaklah dia bersama suami untuk berbagi suka dan tertawa di waktu senggang.

Ajaklah suami dan anak untuk bersilaturahim ke kerabat dan sahabat yang suaminya sangat dekat dan perhatian kepada anak-anaknya. Mudah-mudahan contoh aplikatif dari kaum ayah yang memiliki perhatian dan sayang kepada anak akan  menjadi referensi bagi suami untuk melakukan perubahan-perubahan di dalam dirinya, sehingga bisa menjadi ayah yang baik bagi anaknya.

Selain itu kondisikanlah anak untuk menyayangi, merindukan dan menghormati ayahnya. Sehingga dari kedua belah pihak baik anak maupun ayahnya memiliki kesiapan untuk bisa saling mencintai dan menyayangi.

Pada dasarnya anak itu rahmat, keberkahan, rizki dan amanah dari Allah. Suami isteri sebaiknya bisa bermusyawarah untuk menentukan jumlah anak yang diinginkan. Insya Allah semakin tambah anak semakin bertambah berkah. Banyak kebahagiaan yang bisa diraih keluarga melalui anak. Ummi doakan semoga menjadi keluarga yang bahagia lahir dan batin.

Jawaban Psikologi

Satu hal yang terkadang kita lupa, adalah bahwa suami dan istri berasal dari latar belakang yang berbeda. Pola asuh, kebiasaan, tradisi, serta nilai-nilai yang saat ini nanda tampilkan berasal dari proses panjang sebuah masa bernama latar belakang.

Sangat membantu bila Nanda tahu latar belakang suami agar Nanda bisa meletakkan cara berpikir (mind set) yang sama bila berada pada posisi suami. Sehingga Nanda jadi lebih sabar dan mampu berempati. Tengok kehidupan suami di masa pertumbuhannya, apakah ia memiliki adik-adik yang memberi kesempatan padanya untuk mengekspresikan kasih sayang? Atau justru seorang anak tunggal yang biasa single fighter? Bagaimana dengan pola asuh orang tua?

Bila memang ia biasa hidup dalam latar belakang yang ketat, keras dan penuh disiplin, mengganti popok atau menggendong, bisa jadi tidak ada dalam kamusnya. Karena toh itu pekerjaan ibunya?

Kemampuan untuk mengenali karakter dan latar belakang suami itu penting sehingga dapat menjadi starting point untuk memperbaiki dan menyepakati pola asuh yang ingin diterapkan dalam keluarga. Ini juga akan membuat Nanda lebih mampu memahami, kenapa tingkah lakunya berbeda sekali dengan harapan Nanda, padahal ia telah memiliki forum untuk memahami kajian agama secara rutin.

Langkah yang dapat dilakukan setelah itu adalah membuka dialog dengan suami.  Setelah suami mulai terbuka pemahamannya ñfase ini biasanya paling sulit- barulah Nanda dapat merancang langkah-langkah penyelesaian masalah dengan membuat kesamaan komitmen dan kesepakatan dalam tindakan.

Bila semua dapat dikomunikasikan secara baik, kami kira tidak ada masalah bila Nanda kemukakan secara bijak keberatan Nanda untuk memiliki anak segera, sepanjang sikap suami terhadap anak masih kurang positif. Sebaliknya pun bila suami mau berubah dan menerima masukan, alasan untuk tidak segera memiliki anak pun perlu Nanda kaji ulang.

Semoga bermanfaat yaa.. :)
sumber: ummi-online.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar