Hati-Hati, Anak Suka Memukul Besok Gede Bisa Jadi Berandalan
Si kecil terlihat sedang asyik bermain bersama temannya. Usianya sama-sama masih batita. Mereka terlihat saling berebut mobil-mobilan.
“Plaakk…!!” tangan mungil itu dengan ringan memukul. Alhasil, teman disampingnya langsung menangis. Dan si kecil mengambil mainan yang ada di tangan temannya itu.
Pernah mengalami kejadian serupa Mah? Si kecil yang lucu-lucunya dan menggemaskan ternyata punya kebiasaan memukul. Tentu ini sangat bertolak belakang dengan wajahnya yang imut dan manis bukan?
Kalau cuma anak susah makan sih gampang, bisa kita berikan padanya vitamin penambah nafsu makan anak, yaitu madu Gizidat. Tapi kalau masalahnya si kecil suka memukul, ya perlu ditangani lebih lanjut.
Baca juga: Hati-Hati.. Dampak Buruk Menggunakan Ancaman Agar Anak Patuh Pada Orang Tua
Penampilan anak-anak kita sudah diusahakan seganteng dan secantik mungkin. Baju-baju yang kekinian pun sudah kita belikan, agar tampangnya instagramable. Tapi kalau tampang manis tanpa diikuti perilaku manis tentu membuat mamah pusing juga.
Saya jadi teringat sewaktu kita masih kecil dulu. Mungkin saat usia sekolah dasar. Kita pun sebenarnya punya kecenderungan perilaku yang sama; suka memukul. Dan itu semua tidak datang tiba-tiba, tapi terpengaruh pada tontonan televisi.
Kalau masa kecil Anda sukanya nonton Satria Baja Hitam, Power Rangers, Superman, ataupun film-film sejenisnya, maka di benak kita selalu muncul keinginan untuk menjadi pahlawan.
Seorang pahlawan super hero yang dengan kekuatannya berhasil membasmi monster jahat yang menyerang. Saban sore kita menonton acaranya di layar kaca. Setelah itu, kita ambil sarung, lalu memakainya dengan gaya ninja-ninjaan atau diikat di leher supaya mirip jubahnya Superman.
Kita berimajinasi menjadi seperti pahlawan itu. Dan bagaimana cara pahlawan mengalahkan musuh-musuhnya? Ya, dengan menghajarnya. Memukul, menendang dan mengeluarkan sinar laser penghancur.
Baca juga: TERUNGKAP! Ini Alasan Mengapa Suami Cenderung Tidak Romantis di Mata Istri..
Nah, apabila anak Anda suka menonton televisi dengan tayangan semacam itu, baiknya Anda tidak kaget apabila si kecil suatu ketika memukul temannya.
Lantas kenapa hal ini terjadi?
Ada banyak sebab. Tapi salah satu harus kita pahami adalah anak-anak itu, pada awalnya belum bisa memahami tentang nilai baik dan buruk. Juga dengan perbuatan memukul. Atau yang lain, misalnya menggigit, menendang, berteriak, dan lainnya. Mereka belum paham bahwa perbuatan-perbuatan itu baik atau buruk.
Yang mereka lakukan ya sesuka mereka saja. Kita yang sudah dewasalah yang bisa mengarahkan dan mengajarkan mana yang baik dan mana yang buruk.
Lalu gimana nih biar si kecil gak suka memukul lagi? Kalau menurut Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari, Direktur Auladi Parenting School, ada beberapa cara yang bisa Anda lakukan untuk mengatasi anak yang suka memukul.
Pertama, saat anak memukul hentikan segera! Jangan pernah biarkan berlanjut. Kalau Anda seorang ibu yang dipukul anaknya, jangan sekadar ngomong “mama sakit, berhenti!”, bukan, bukan sekadar itu. Tapi pegang tangannya, lalu setelah baru ngomong “berhenti, mama sakit” ucapkan dengan tenang tapi tegas! Atau saat memukul temannya “berhenti, temannya bisa sakit!”
Jangan iming-iming anak dengan mengatakan kalau berhenti memukul lalu akan dibelikan es krim. Jangan. Perbuatan itu malah akan menjadikan anak makin manja saja. Di dalam pikiran anak nanti akan muncul pikiran, “kalau memukul akan dapat es krim.”
Baca juga: Orang Tua Sering Lupa, Punya Anak Hakikatnya Adalah Tugas, Amanah, dan Ujian..
Jangan gitu ya Mah-Pah, kalau memang ingin lahap makan, cukup berikan saja vitamin penambah nafsu makan anak. Pastikan yang terbuat dari bahan-bahan alami dan tanpa pengawet kimia. Bisa dipakai yang namanya Madu Gizidat.
Kedua, biarkan anak mengeluarkan apa yang dirasakan dan dipikirkannya. Tanyakan pada anak, tatap matanya, dengan serius, “kenapa kamu memukul?” Ihsan Baihaqi menyarankan bila anak kesulitan mengungkapkan apa yang dia rasakan atau yang dia pikirkan, bantu dengan mendefinisikannya dengan kalimat-kalimat spesifik “Kamu marah ya sama mama karena tak mau belikan kamu mainan? Atau “kamu marah sama teman kamu? Apa yang membuat kamu marah? Coba ceritakan sama Mama.”
Tahukah Anda bahwa kenakalan anak sering terjadi salah satunya karena anak tidak bisa mengkomunikasikan perasaan tidak nyamannya melalui perkataan. Anak-anak tidak dilatih atau memang dibesarkan dari orang tua yang sering membungkam perasaan anak. Gampangnya, orang tua tidak menjadi tempat curhat anak yang baik.
Ketiga, berikan batasan-batasan. “Jika hanya baru sekali memukul mungkin tidakan pertama dan kedua sudah cukup, tidak usah bereaksi berlebihan lagi. Tapi jika anak mengulangi lagi, berikan tindakan yang ketiga ini. Memberikan batasan artinya anda memberikan “rule of the games” yang jelas mana yang diterima dan mana yang tidak diterima. “Marahnya boleh, memukulnya tidak diterima,” kata Ihsan Baihaqi menjelaskan.
“Lalu berikan konsekuensi-konsekuensi jika anak melampaui batas-batas yang telah ditetapkan. Batas tanpa konsekuensi sering tidak berdampak apapun. Bagai macan tanpa gigi, demikian saya sering menyebutnya. “Nonton tv boleh, tapi paling lama dua jam ya!” ini adalah tindakan bagus, karena memiliki batasan yang jelas, hanya saja tanpa disertai konsekuensi akan percuma.”
“Konsekuensi apa yang akan anak dapatkan jika melebihi dua jam?” lanjutnya, jika tidak ada, maka anak akan terus mencoba melanggar batas tersebut. Diberikan konsekuensi saja anak akan terus mencari cara melanggar batas apalagi tanpa konsekuensi.”
Baca juga: Hati-Hati, Baca Akibatnya Ini Untuk Orang Tua yang Sering Mengabaikan Anak Karena Lebih Asyik Main Gadget..
Dia memberikan contoh begini, “saya matikan tv jika sudah dua jam anak masih nonton.” Nah, ini bukan konsekuensi, karena tidak ada hukuman kalau anak lebih dari dua jam.
“Konsekuensi dibuat jika anak terus mencoba mengulangi perbuatan buruk tadi,” katanya. Konsekuensi terbaik adalah apa yang membuat anak rugi! Tidak ada nonton tv dua hari jika nonton tv melebih batas yang ditetapkan adalah contoh yang benar-benar sejati konsekuensi!
Keempat, bantu anak cari alternatif tindakan. Mungkin anak tidak tahu bahwa ada cara lain selain memukul untuk mengungkapkan ketidaksetujuan, kekecewaan, kemarahan dan lain-lain. Bukan hanya anak yang sering dipukul, anak-anak yang suka memukul juga harus dilatih kemampuan asertif, yaitu kemampuan untuk menyampaikan pendapat atau opini pada orang lain dengan cara yang tepat. Hal ini termasuk kemampuan untuk mengatakan TIDAK atas tekanan-tekanan yang dia alami saat dia merasa dirugikan dan hanya bukan dengan cara kekerasan.
Saat anak memukul temannya, kata Ihsan Baihaqi, mungkin anak tidak tahu bahwa selain memukul dia juga bisa bicara jika marah dengan temannya. Nah, bantu anak untuk menemukan ini. “Kalau kamu marah sama Andi temanmu, karena Andi merusak mainanmu, kamu boleh marahin dia, tapi bukan dengan memukul, kamu cukup ngomong kepada dia untuk bertanggung jawab meminta maaf. Tapi kalau Andi tidak mau melakukannya, kamu boleh tunjukkan bahwa kamu marah sama Andi dengan cara tidak meminjamkan mainan pada Andi sampai Andi meminta maaf”.
Bayangin anak seusia balita sudah bisa ngomong kayak gitu belum? Ya, jelas belumlah. Tapi sebagai orang tua kita harus terus menerus melatih dan mengajar anak untuk mencari tindakan lain selain memukul.
Baca Juga: Anak Susah Makan? Gampang Sakit? Pengen Anak Cerdas Sejak Usia Dini? Baca Ini !
Ingatlah selalu bahwa yang Anda hadapi adalah seorang anak yang usianya masih balita. Anak balita yang perlu banyak makan makanan bergizi. Makan yang lahap. Dan bila perlu, berikan vitamin penambah nafsu makan anak. Salah satu yang terbaik adalah Madu Gizidat.
Sabar yaa Mamah-Papah.. Kesabaranmu itulah yang akan menjadikan anak kelak tumbuh menjadi orang yang berkarakter mulia. Kesabaranmu itulah yang akan menumbuhkan anak menjadi orang yang tangguh.
Hati-hati, jangan biarkan perilaku memukul anak terus menerus menjadi kebiasaannya. Jangan sampai karena kita lupa atau lalai mendidiknya, kelak anak menjadi orang yang suka kekerasan. Kalau sejak awal anak suka kekerasan, bisa mungkin kelak dia menjadi berandalan. Semoga itu tidak terjadi.
Tentu kita ingin anak-anak yang tangguh, tapi tidak nakal. Tidak berandalan. Ia tangguh tapi berhati mulia. Bukankah begitu? Setuju kan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar